Senin, 23 Februari 2009

tahukah kamu??

Mengapa pesawat terbang yang jauh diatas terlihat lambat bergerak ??

Ketika kita melihat sesuatu yang bergerak, yang patut kita sadari adalah perubahan sudut pandang dari mata kita terhadap obyek yang bergerak tersebut. Obyek yang berada dekat sekali dengan kita, walaupun bergerak tidak terlalu cepat, akan membuat kita memutarkan kepala hanya untuk melihat kemana obyek itu sekarang berada.

Ketika kamu melihat sesuatu obyek yang bergerak di kejauhan, perubahan sudut pandang yang terjadi tidak sebesar apabila obyek itu ada di dekat kita sehingga kita merasa bahwa obyek tersebut bergerak lambat, seperti pada pesawat yang sedang terbang jauh di atas kita.

Contoh lainnya adalah bulan. Bulan bergerak mengelilingi bumi dengan kecepatan rata-rata 1.022 Km/jam, tetapi karena jarak antara kita dengan bulan yang jauh, bulan kelihatan tidak bergerak sama sekali, karena kita hampir tidak merasakan perubahan sudut pandang.





Gelas termasuk benda padat, tetapi mengapa gelas terlihat bening?

Molekul dari benda padat biasanya saling mengikat dengan rapat, karena itu umumnya sinar tidak dapat menembus benda padat. Pada cairan dan gas, molekul-molekul bergerak bebas dan memiliki banyak ruang kosong diantara molekulnya. Itulah sebabnya sinar dengan mudah menembus material seperti gas dan air. Gelas dibuat dengan cara melebur pasir dan mendinginkannya kembali. Bahan yang terbentuk akhirnya menjadi padat dan kaku, tetapi masih memiliki molekul yang bebas bergerak seperti sifat molekul pada cairan, sehingga ruang kosong diantara molekul gelas tersebut bisa dilewati oleh cahaya, walaupun gelas adalah benda padat





Bagaimana pelangi terbentuk?

Pelangi terbentuk karena pembiasan sinar matahari oleh tetesan air yang ada di atmosfir. Ketika sinar matahari melalui tetesan air, cahaya tersebut dibengkokkan sedemikian rupa sehingga membuat warna-warna yang ada pada cahaya tersebut terpisah. Tiap warna dibelokkan pada sudut yang berbeda, dan warna merah adalah warna yang paling terakhir dibengkokkan, sedangkan ungu adalah yang paling pertama. Fenomena ini yang kita lihat sebagai pelangi.


:)

Sabtu, 21 Februari 2009

puisi

“TENTANG AKU DAN KAMU”

February 10, 2009 by Agung Dwi Susanto
Filed under Cinta 2 Insan, Jatuh Cinta, Puisi Rindu

Langkahku terhenti saat hati mulai mencair karena rindu
Tataplah mentari, karena hari ini semuanya harus kita akhiri
Genggamlah jariku, karena mungkin kita tak mungkin kembali ke masa-masa ini…
Peluk tubuhku ini, karena sungguh… aku ingin..

Pertama ku sentuh warnamu, saat hati ini gersang, penuh dengan debu….
Sperti Oase yg bangkitkan hasrat untuk berbagi angan.. kamu hadir bawakan aku Cinta..
Kamu buat aku tertunduk, merenung, dan menatap jauh ke dalam mata indahmu
Sungguh.., aku telah tenggelam dan hanyut dalam lautan cinta terlarang ini..

Saat kututup mataku, terbersit keinginan untuk bawa kamu jauh kedalam kehidupanku
Saat kuyakinkan hati ini bahwa kamu mampu bertahan dengan semua keadaanku saat ini
Selalu ada sesuatu yang memaksa aku berfikir kembali untuk melangkah lebih jauh
Sampai di Titik ini, aku harus menjawab… mengapa hatiku sering bimbang

Jujur…. dari dalam lubuk hatiku yang paling dalam.. aku katakan…
Aku sayang kamu…… Aku cinta Kamu… Aku akan selalu rindu padamu…..
Dengan segala kelebihan dan kekurangan yang ada padamu
Hingga buatlah kamu benci padaku karena perasaanku ini…

12 Des 08, kita putuskan untuk arungi lautan yg penuh gelombang ini bersama-sama
Berbekal hati yg terluka, coba abaikan sakitnya, penuh harap, gantungkan angan diangkasa…
Walau hampir basah pipi ini dengan air mata tak percaya…
Getir…. Saat kau ucapkan setiap kata yang terbungkus cerita tentang kamu dengan dia…

Tapi sudahlah, aku bisa terima semua itu… dan berharap, tak ada lagi cerita yg keluar dari bibirmu tentang masa lalumu itu, karena aku masih ingat jelas rasa sakitnya…

Sejak saat itu, hariku tak lagi membosankan…
Sejak saat itu, ada wajah dan warnamu dalam setiap ruang di hati dan fikiranku
Ada senyummu, pandanganmu dan suaramu di sela-sela aku menghela nafas…
Sungguh, kamu begitu memberi arti di dalam kisah hidupku

Sampai kusadari, aku bukanlah orang yang kau cari…
Aku bukanlah pangeran dalam mimpimu…
Aku bukanlah pembawa bahagian di masadepanmu,
Aku hanya seorang pemimpi, yg dapat halangi kamu untuk temukan belahan hatimu yang lain..

Aku tak bisa menjadi tanpa batas dimatamu…
Akupun Kadang tak bisa selalu ada disisimu saat kamu butuh aku..
Aku tak bisa janjikan waktu-waktu indah untuk kamu,
Aku sadar benar, semua ini menyiksamu… aku dan kenangan-kenangan kita

Bila kita tak mungkin lagi bersatu,…
Sungguh….
Aku akan tetap berusah selalu ada untuk kamu,
Walau tak mungkin lagi hatimu utuh untukku..

Semoga kamu temukan cinta sejatimu, tanpa batas… hingga dunia tau….
Sesungguhnya ada ruang di dalam mata indahmu..
Ruang yang hanya pantas diisi dengan cinta tulus dengan hati…
Aku Cinta Padamu

Terima kasih, untuk semua sayang dan cintamu.. yg membuat aku akan sangat kehilanganmu..
Jangan lupakan aku.. sungguh, kisah ini jadi penggalan manis dalam hidupku,
Walau “kita cukup sampai disini….”
Mungkin, Sampai aku kembali lagi…

Mungkin…





dan

February 6, 2009 by Ichi
Filed under Tema Kesedihan

dan,
ketika hujan tak lagi membasahi palung bumi,
sanggupkah engkau hidup dalam kemarau yang abadi,
tanah yang miris teriris oleh panasnya matahari
menjadi debu dan terbang dalam angin kemarau yang sendu
bisakah jasadmu memakan humus-humus kerontang yang tak dapat lagi dicerna oleh batang tubuh yang kurus
lagi dan lagi
satu per satu
kau pun akan menjadi waktu yang siap diputar untuk ditinggalkan
karena tak mungkin kau panggil penghujan
dia telah tumbuh menjadi badai, berhembus dalam liarnya kehidupan
jika aku tiada kelak
membawa bayang-bayangku menembus 6 lapisan langit
rindukah engkau dengan segala rasa yang telah aku hidupkan dalam hujan yang menghilang
adakah membekas dihatimu, sahabat.
tak sadarkah, kemarau telah melenyapkanku
karena ketiadaan kesejukan
aku nestapa dan musnah diterpa kebodohanku sendiri
sahabat, kasih ini begitu begitu sulit didapat, disinggahi ruang-ruangnya
walau aku telah melewati kemarau





Luka hati

February 7, 2009 by Evan
Filed under Kegagalan

Aku disini terdiam
Tersentak tanpa kata
Seakan dunia gelap oleh kabut
Seolah cahaya hilang di telannya

Ku mencintai bukan membenci
Ketika ku coba untuk memahami
Arti cinta sebnarnya
Tapi kenapa hanya luka yang ku dapat

Kini ku coba untuk merajut kembali sehelai demi sehelai
Ketika rajutan itu akan utuh kau hancurkan dengan
Dengan sebuah silet tajam
Kau sayat seolah kau tak mempuyai rasa

Aku hanya bisa terdiam melihatnya
Seakan pasrah dengan semua
Karma ku mencintai
Buka ,aku yang di cintai

Semoga kau bahagia
Dengan luka ku ini
Semoga kau tenang
Dengan pederitaan hati

Sesungguhnya tuhan melihat
Mendengar
Dan mersakan
Apa yg kurasa
Dia tak diam
Tapi dia selalu mendengar do’a ku

Suatu saat kau akan tau
Arti cinta sebenar nya..

Jumat, 20 Februari 2009

ESWL poetrakatro aja















































ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy)

eswl_l.pngESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) merupakan terapi non-invasif, karena tidak memerlukan pembedahan atau pemasukan alat kedalam tubuh pasien.Sesuai dengan namanya, Extracorporeal berarti diluar tubuh, sedangkan Lithotripsy berarti penghancuran batu, secara harfiah ESWL memiliki arti penghancuran batu saluran kemih dengan menggunakan gelombang kejut (shock wave)yang ditransmisi dari luar tubuh.
eswl

* Kapan ESWL Dilakukan ?

* Batu ginjal berukuran dari 5 mm hingga 20 mm. Batu yang berukuran lebih besar kadang memerlukan pemasangan stent (sejenis selang kecil) sebelum tindakan ESWL untuk memperlancar aliran air seni.
* Batu ureter berukuran 5 mm hingga 10 mm.
* Fungsi ginjal masih baik.
* Tidak ada sumbatan distal (di bagian bawah saluran) dari batu.
* Tidak ada kelainan pembekuan darah.
* Tidak sedang hamil.

* Keuntungan ESWL

* dapat menghindari operasi terbuka.
* Lebih aman, efektif, dan biaya lebih murah.
* Bisa rawat jalan (batu kecil).




ESWL and Echo

July 16, 2007 · 4 Comments

Haha…

Akhirnya, Rabu-Kamis-Jumat kemarin aku pergi ke RS juga, tapi RS yang sama berturut-turut, RS. Mitra Internasional, huex… But, it was fun..

ESWL

Buat yang tidak tahu, alat ini adalah alat untuk memecahkan batu ginjal tanpa perlu operasi, tanpa perlu di’sobek-sobek’ deh. Oia, pas ujian DTB dan instrumentasi juga keluar loh.. ESWL ini singkatan dari Electric Shock Wave Lithotripter. Intinya sih dari trafo, energi diubah menjadi energi yang berfrekuensi super tinggi pada shockhead sehingga bisa memecahkan batu ginjal tanpa merusak kulit, hanya transfer energi lah..

Untuk diagnosa letak si batu ginjal, digunakan X-ray atau USG. Ada kalanya salah, tidak tepat sehingga malah ginjal pasiennya yang kena. Hhh….

oia, dokternya lucu… seru walaupun sudah tua, malah kita disuguhin Buavita =P

ESWL

Tapi setelah itu… tayangan buruk terjadi!! Si dokter yang lagi asik-asik ngedit video kedokterannya bilang gini, “Eh, sini anak-anak teknik pasti suka melihat video ini. Ini gambar yang diambil pake alat ESWL juga dan disebut dengan tour…!!”

Pak dokter melanjutkan lagi, “Nah, ini penting bagi yang cowok-cowok.. karena ini adalah tour saat penghancuran benjolan dalam PROSTAT!! Makanya,kalian jangan bandel-bandel..”.

Aku melirik sekitar.. loh?loh? Oia, semuanya cowok, dokter cowok, dua teknisi cowok, Pitek kan cowok juga, lah aku? hhiiyy…

“Nah, ini pasien udah 71 tahun dan mengalami gangguan prostat. Tahu gak kalian? Jadi untuk melakukan tour ini.. kateter (pipa selang kecil) yang disertai kamera dimasukkan ke ujung *** (biipp…! sensor, uhuhu…) lalu dia terus berjalan sampai ketemu benjolan-benjolan di dalam prostat itu.”

Saat itu semua tampak meringis dan video menunjukkan bahwa tour de prostat kita sudah sampai ke dekat posisi penyakitnya. Yaiks, cuma jaringan-jaringan warna merah saja… gak seram kok.

“Setelah ketemu tuh benjolan2nya… kita bakar deh!”, kata dokter

“Hah? Dibakar, dok?”, aku tanya

“iya, tuh lihat kan.. ada asap-asap putih nya jadi luruh benjolan2nya.”

Hoo… memang benar sih. Si dokter nunjukkin foto ’sisa-sisa’ pembakaran dalam prostat yang aku sebenarnya gak jelas itu apaan sih? hiiy… eneg =(

Maaph nih kalo posting kali ini jadi agak vulgar ^^’

———————————————————————————————————————

ECHO

Halah, ini mah aku udah pernah make alatnya. Namun, yang ini versi HIGH-END dari produk echocardiography! Wow.. banyak dan lengkap fitur-fiturnya… canggih deh. Saking barunya, jadi belum ada training, so pasti para dokter bingung karena trainer dari Singapore baru datang minggu depan.

Mba Meli mengeluarkan sesuatu dari bawah meja yang pas dibuka ternyata isi koper itu adalah sejenis Endoskopi (selang dari bahan apa yah, gak tahu tapi kayaknya keras seperti besi) yang dilengkapi dengan kamera dan penyearah. Hmm… seems like interesting. Nih alat versi endoskopi yang masuknya dari mulut, buat dihubungkan ke alat Echo dan melihat dengan JELAS si JANTUNG itu.. =D.

“Berapa tuh mba harganya??” aku tanya

“Oh, ini 250 juta…”

Kyaaa….. cuma selang gitu aja bisa beli mobil!! =’(

Kami menunggu si dokter dalam ruangan Echo, huu.. mana yah dokternya? Pasti tuh dokter keren banget deh, dokter jantung, ngajar pula, praktik di RSCC juga, hmm… pasti sudah tua dan berwibawa yah. Mungkin harus jaim-jaim gitu, siapa tahu orangnya serius. Satu jam berlalu, katanya dokternya masih makan… mukyaa… =(

Tiba-tiba dari pintu, sesosok dokter datang… tapi??

“Hai.. semuanya!! ya ampun, udah nunggu lama yah, eh maap yah tadi gue makan dulu… Gimana nih mba alatnya, gue mau nanya-nanya banyak nih soalnya kok hasil diagnosa pasien-pasien gue jadi kacau semua. Masa pasien gue semuanya MI (Mitralvalve apa..gt). Yah gak bener lah..! Alatnya susah yah make-nya.. ribet deh, di atas ada tombol, di bawah juga..”

Whoops! Hehe.. kok? jadi? gini? Maaph euy.. tapi emang benar kata Mbak Meli, dokter ini emang mirip Ari Tulang! dari gaya ngomong sampai gerak-gerik. Huhu…. Di luar dugaan, si dokter banyak becanda dan yah… gitu deh! =D

Echo

“Eh, kamu dari mana?”, tanya dokter

“Ini dok, anak KP dari ITB,” kata Mbak Meli

“Wah, eh tau gak sih lo.. dulu gue kan juga dari ITB, Fakultas Sipil dan Perencanaan itu loh.”

Nyeeehh?? Akhirnya malah cerita-cerita panjang lebar gitu tapi si dokter ngomongnya cepat banget sih jadi agak lupa juga neh..but it was cool.. =)

Oia, we had a patient! Actually, not a ‘real’ patient.. but, satpam di RS itu kita tarik buat pasien percobaan, wakakakak…. ehehe, asik yah, main dokter-dokteran. Ngetes alat echo, lumayan keren buat alat yang harganya sama kayak harga CT Scan (’cuma’ 4 miliar kok, mending kan dibandingin MRI/Linac yang 20 miliar-an).

gitu deh… =)
Ayo dunx, sering-sering teknisi nya naek taxi biar aku bisa ikut ke RS... (I wish… I pray… )




Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)

Saat ini di Indonesia masih banyak yang belum mengenal Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL), sebagai salah satu terapi penyembuhan penyakit batu ginjal. ESWL sebenarnya sudah bukan merupakan barang asing dalam dunia kedokteran khususnya bagi para urologis. Sejak diperkenalkan penggunaannya di awal tahun 1980-an, ESWL semakin populer dan menjadi pilihan pertama dalam kasus umum penanganan penyakit batu ginjal.

Beberapa keuntungan dari ESWL diantaranya adalah dapat menghindari operasi terbuka, lebih aman, efektif, dan biaya lebih murah, terutama untuk prosedur ESWL yang sederhana sehingga tidak memerlukan perlakuan berkali-kali.

Seiring dengan makin majunya teknologi kedokteran dalam terapi penyakit batu ginjal, maka saat ini semakin besar peluang pasien untuk dapat menghindari operasi terbuka untuk mengeluarkan batu ginjal dari dalam tubuhnya. Terapi batu ginjal dimulai dari terapi natural atau pasif, yaitu dengan meminum obat-obatan tertentu untuk membantu meluruhkan batu ginjal secara kimia, kemudian ke terapi aktif, dimulai dari yang bersifat non-invasive seperti ESWL, kemudian terapi minimal-invasive seperti Percutaneous Nephrolithotomy (PNL) dan Ureteroscopy (URS), dan akhirnya sebagai pilihan terakhir adalah operasi terbuka.

Seperti telah dijelaskan dalam tulisan pertama, ESWL adalah terapi yang menggunakan gelombang kejut (shock wave), yang ditembakkan dari luar tubuh ke arah batu ginjal sampai batu ginjal tersebut hancur dan ukuran serpihannya cukup kecil hingga dapat dikeluarkan secara natural dengan urinasi. Dikatakan sebagai terapi non-invasive, karena tidak memerlukan pembedahan atau memasukkan alat kedalam tubuh pasien. Sedangkan PNL dan URS dikatakan sebagai terapi minimal-invasive karena memerlukan sedikit pembedahan dengan memasukkan alat kedalam tubuh untuk menghancurkan dan mengeluarkan batu ginjal.

Dalam terapi PNL, guide wire dimasukkan melalui kulit dekat pinggang kemudian dengan membuat lubang kecil menembus masuk ke dalam ginjal sampai ia menemukan posisi batu ginjal. Sejenis tabung kecil kemudian dimasukkan sepanjang guide wire untuk membuat tunnel, dimana nantinya lewat tunnel ini dimasukkan instrumen kecil untuk menghancurkan batu ginjal dan mengeluarkan serpihannya. Sedangkan URS prinsip kerjanya mirip dengan PNL, namun dalam URS digunakan alat yang dinamakan ureteroscopes, dimana alat ini dimasukkan melalui urethra (saluran kencing), kemudian melalui bladder (kandung kemih) dan ureter (saluran kemih), sampai menemui posisi batu ginjal.

Dari beberapa terapi di atas, ESWL merupakan terapi pilihan pertama untuk kasus umum penanganan batu ginjal dikarenakan keamanan, keefektifan serta kefleksibelannya terhadap posisi batu ginjal. Sebagai perbandingan, terapi PNL hanya efektif untuk penanganan batu ginjal yang masih berada dalam ginjal atau atau yang berada pada ureter bagian atas. Sedangkan terapi URS efektif pada batu ginjal yang berada pada ureter bagian bawah atau pada kandung kemih. Kemudian dari segi keamanan dan kenyamanan, pasien yang diterapi dengan ESWL pada umumnya tidak memerlukan obat bius atau penahan sakit saat terapi dilakukan, dan sudah dapat melakukan aktifitas seperti biasa dalam satu atau dua hari setelah terapi. Sedangkan untuk PNL dan URS diperlukan waktu pemulihan sekitar satu sampai dua minggu, dan waktu pemulihan yang lebih panjang dibutuhkan lagi bagi pasien yang menjalani operasi terbuka , yaitu sekitar enam minggu [1].

Dari berbagai referensi diperoleh data bahwa tingkat keberhasilan terapi ESWL sampai pasien benar-benar bebas dari batu ginjal adalah antara 60 sampai 90 persen. Tingkat keberhasilan ini sangat ditentukan diantaranya oleh besar, jenis, dan lokasi dari batu ginjal tersebut.

Bagaimana shock wave menghancurkan batu ginjal?

Dari hasil observasi pada proses ESWL, ditemukan bahwa pada awalnya batu ginjal yang ditembak dengan shock waves pecah menjadi dua atau beberapa fragment besar [2]. Selanjutnya dengan bertambahnya jumlah tembakan, fragment tersebut pecah kembali dan hancur. Umumnya diperlukan sekitar 1000 sampai 5000 tembakan sampai serpihan-serpihan batu ginjal tersebut cukup kecil untuk dapat dikeluarkan dengan proses urinasi.

Proses hancurnya batu ginjal diprediksi merupakan hasil kombinasi dari efek langsung maupun tidak langsung dari shock waves. Untuk dapat menjelaskan proses hancurnya batu ginjal, terlebih dahulu kita perlu mengetahui profil dari shock wave yang dihasilkan di titik fokus penembakan. Hasil pengukuran tekanan pada titik fokus penembakan dapat dilihat dalam Gambar 1. Secara umum, shock wave ditandai dan diawali oleh high positive pressure (compressive wave) dengan durasi singkat sekitar satu mikrodetik, kemudian diikuti oleh negative pressure (tensile wave) dengan durasi sekitar tiga mikrodetik.
High positive pressure di dalam batu ginjal akan mengalami refraksi dan refleksi, dan akhirnya membangkitkan tensile dan shear stress di dalam batu ginjal. Selanjutnya retak akan terjadi dan merambat hingga menyebabkan batu pecah menjadi dua atau beberapa fragment besar. Pada saat yang sama, tingginya compression stress dapat menyebabkan erosi pada permukaan batu ginjal. Proses di atas dikatakan sebagai efek langsung dari shock wave.

Sedangkan negative pressure pada Gambar 1, akan mengakibatkan munculnya cavitation bubbles pada fluida di sekitar batu ginjal dan ini dikatakan sebagai efek tidak langsung dari shock wave. Cavitation bubbles ini kemudian akan collapse menghujam permukaan batu ginjal dan menyebabkan erosi

Walaupun ESWL telah terbukti keandalannya, namun ia masih menyisakan beberapa tantangan. Diantaranya adalah rendahnya tingkat keberhasilan ESWL (dengan satu kali tindakan) pada pasien yang memiliki batu ginjal dengan diameter lebih dari dua sentimeter, dan pada batu yang berjenis Cystine. Selain itu masih didapatinya laporan terjadinya injury pada ginjal yang kemungkinan besar disebabkan oleh cavitation.

Saat ini berbagai riset masih intensif dilakukan untuk mengatasi beberapa masalah di atas. Diharapkan pada akhirnya akan dapat dikembangkan teknologi baru yang dapat meningkatkan efisiensi lithotripter dalam menghancurkan batu ginjal dan disaat yang bersamaan dapat meminimalkan injury pada ginjal. (Selesai).

http://my.yahoo.com/
http://reader.google.com/
http://360.yahoo.com/





ESWL: Menghancurkan Batu Ginjal dari Luar Tubuh

Posted on Juli 21st, 2008 in IpTek oleh mrpall

ESWL: Menghancurkan Batu Ginjal dari Luar Tubuh (2)

Oleh Sandro Mihradi

Seiring dengan makin majunya teknologi kedokteran dalam terapi penyakit batu ginjal, maka saat ini semakin besar peluang pasien untuk dapat menghindari operasi terbuka untuk mengeluarkan batu ginjal dari dalam tubuhnya. Terapi batu ginjal dimulai dari terapi natural atau pasif, yaitu dengan meminum obat-obatan tertentu untuk membantu meluruhkan batu ginjal secara kimia, kemudian ke terapi aktif, dimulai dari yang bersifat non-invasive seperti ESWL, kemudian terapi minimal-invasive seperti Percutaneous Nephrolithotomy (PNL) dan Ureteroscopy (URS), dan akhirnya sebagai pilihan terakhir adalah operasi terbuka.

Seperti telah dijelaskan dalam tulisan pertama, ESWL adalah terapi yang menggunakan gelombang kejut (shock wave), yang ditembakkan dari luar tubuh ke arah batu ginjal sampai batu ginjal tersebut hancur dan ukuran serpihannya cukup kecil hingga dapat dikeluarkan secara natural dengan urinasi. Dikatakan sebagai terapi non-invasive, karena tidak memerlukan pembedahan atau memasukkan alat kedalam tubuh pasien. Sedangkan PNL dan URS dikatakan sebagai terapi minimal-invasive karena memerlukan sedikit pembedahan dengan memasukkan alat kedalam tubuh untuk menghancurkan dan mengeluarkan batu ginjal.Dalam terapi PNL, guide wire dimasukkan melalui kulit dekat pinggang kemudian dengan membuat lubang kecil menembus masuk ke dalam ginjal sampai ia menemukan posisi batu ginjal. Sejenis tabung kecil kemudian dimasukkan sepanjang guide wire untuk membuat tunnel, dimana nantinya lewat tunnel ini dimasukkan instrumen kecil untuk menghancurkan batu ginjal dan mengeluarkan serpihannya. Sedangkan URS prinsip kerjanya mirip dengan PNL, namun dalam URS digunakan alat yang dinamakan ureteroscopes, dimana alat ini dimasukkan melalui urethra (saluran kencing), kemudian melalui bladder (kandung kemih) dan ureter (saluran kemih), sampai menemui posisi batu ginjal.Dari beberapa terapi di atas, ESWL merupakan terapi pilihan pertama untuk kasus umum penanganan batu ginjal dikarenakan keamanan, keefektifan serta kefleksibelannya terhadap posisi batu ginjal. Sebagai perbandingan, terapi PNL hanya efektif untuk penanganan batu ginjal yang masih berada dalam ginjal atau atau yang berada pada ureter bagian atas. Sedangkan terapi URS efektif pada batu ginjal yang berada pada ureter bagian bawah atau pada kandung kemih. Kemudian dari segi keamanan dan kenyamanan, pasien yang diterapi dengan ESWL pada umumnya tidak memerlukan obat bius atau penahan sakit saat terapi dilakukan, dan sudah dapat melakukan aktifitas seperti biasa dalam satu atau dua hari setelah terapi. Sedangkan untuk PNL dan URS diperlukan waktu pemulihan sekitar satu sampai dua minggu, dan waktu pemulihan yang lebih panjang dibutuhkan lagi bagi pasien yang menjalani operasi terbuka , yaitu sekitar enam minggu [1].

Dari berbagai referensi diperoleh data bahwa tingkat keberhasilan terapi ESWL sampai pasien benar-benar bebas dari batu ginjal adalah antara 60 sampai 90 persen. Tingkat keberhasilan ini sangat ditentukan diantaranya oleh besar, jenis, dan lokasi dari batu ginjal tersebut.

Bagaimana shock wave menghancurkan batu ginjal?

Dari hasil observasi pada proses ESWL, ditemukan bahwa pada awalnya batu ginjal yang ditembak dengan shock waves pecah menjadi dua atau beberapa fragment besar [2]. Selanjutnya dengan bertambahnya jumlah tembakan, fragment tersebut pecah kembali dan hancur. Umumnya diperlukan sekitar 1000 sampai 5000 tembakan sampai serpihan-serpihan batu ginjal tersebut cukup kecil untuk dapat dikeluarkan dengan proses urinasi.

Proses hancurnya batu ginjal diprediksi merupakan hasil kombinasi dari efek langsung maupun tidak langsung dari shock waves. Untuk dapat menjelaskan proses hancurnya batu ginjal, terlebih dahulu kita perlu mengetahui profil dari shock wave yang dihasilkan di titik fokus penembakan. Hasil pengukuran tekanan pada titik fokus penembakan dapat dilihat dalam Gambar 1. Secara umum, shock wave ditandai dan diawali oleh high positive pressure (compressive wave) dengan durasi singkat sekitar satu mikrodetik, kemudian diikuti oleh negative pressure (tensile wave) dengan durasi sekitar tiga mikrodetik.

Gambar 1. Shock wave profile, diukur pada titik fokus penembakan [3]

High positive pressure di dalam batu ginjal akan mengalami refraksi dan refleksi, dan akhirnya membangkitkan tensile dan shear stress di dalam batu ginjal. Selanjutnya retak akan terjadi dan merambat hingga menyebabkan batu pecah menjadi dua atau beberapa fragment besar. Pada saat yang sama, tingginya compression stress dapat menyebabkan erosi pada permukaan batu ginjal. Proses di atas dikatakan sebagai efek langsung dari shock wave.

Sedangkan negative pressure pada Gambar 1, akan mengakibatkan munculnya cavitation bubbles pada fluida di sekitar batu ginjal dan ini dikatakan sebagai efek tidak langsung dari shock wave. Cavitation bubbles ini kemudian akan collapse menghujam permukaan batu ginjal dan menyebabkan erosi. Ilustrasi dari proses ini dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Ilustrasi efek langsung dan tidak langsung dari shock wave pada batu ginjal [4]

Beberapa tantangan ESWL

Walaupun ESWL telah terbukti keandalannya, namun ia masih menyisakan beberapa tantangan. Diantaranya adalah rendahnya tingkat keberhasilan ESWL (dengan satu kali tindakan) pada pasien yang memiliki batu ginjal dengan diameter lebih dari dua sentimeter, dan pada batu yang berjenis Cystine. Selain itu masih didapatinya laporan terjadinya injury pada ginjal yang kemungkinan besar disebabkan oleh cavitation.

Saat ini berbagai riset masih intensif dilakukan untuk mengatasi beberapa masalah di atas. Diharapkan pada akhirnya akan dapat dikembangkan teknologi baru yang dapat meningkatkan efisiensi lithotripter dalam menghancurkan batu ginjal dan disaat yang bersamaan dapat meminimalkan injury pada ginjal. (Selesai).

Daftar bacaan

1. American Urological Association, The Management of Ureteral Stones, 1997.
2. Eisenmenger W., The Mechanisms of Stone Fragmentation in ESWL, Ultrasound in Medicine and Biology, Vol. 27, No. 5, 2001.
3. Robin O. et al., Design and characterization of a research electrohydraulic lithotripter patterned after the Dornier HM3, Review of Scientific Instruments, February 26, 2000.
4. Jens J. Rassweiler et al., Progress in Lithotripter Technology, EAU Update Series, No. 3, 2005.

Sandro Mihradi, mahasiswa program Doktor di Toyohashi University of Technology, Jepang. Email: sandro.m@gmail.com



ESWL poetracerdas

Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy

(Alat pemecah batu saluran kemih)


eswl


Pengertian Batu Saluran Kemih
Batu yang terletak di sepanjang saluran kemih yaitu, ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra.



Gejala Batu Saluran Kemih

  • Pegal-pegal/nyeri pada pinggang yang dapat menjalar ke perut bagian depan, lipat paha hingga kemaluan.

  • Buang air kecil berdarah.

  • Buang air kecil berpasir.

  • Nyeri pada saat buang air kecil.

  • Kadang-kadang disertai demam.


Faktor Resiko Menderita Batu Saluran Kemih

  • Kurang minum.

  • Diet banyak mengandung kalsium atau oksalat.

  • Kadar asam urat darah yang tinggi.

  • Sumbatan pada saluran kemih.

  • Riwayat infeksi saluran kemih.

  • Riwayat keluarga menderita batu saluran kemih.

  • Pekerjaan banyak duduk/kurang aktifitas.

  • Faktor lingkungan.





Penanganan Batu Saluran Kemih
Batu saluran kemih dapat ditangani secara minimal invasif (PNCL, URS, lithoclast) hingga operasi terbuka atau secara non invasif (konservatif atau ESWL)

ESWL
Prosedur memecahkan batu ginjal atau batu ureter dari luar tubuh dengan menggunakan gelombang kejut sehingga menjadi pecahan halus yang dapat keluar bersama air seni.

Keunggulan ESWL

  • Prosedur dilakukan tanpa membuat luka sayatan.

  • Bisa rawat jalan (batu kecil).

  • Hanya menggunakan obat penghilang rasa nyeri yang dimasukkan lewat dubur.


Persyaratan Batu Saluran Kemih Yang Dapat Ditangani Dengan ESWL

  • Batu ginjal berukuran mulai dari 5 mm hingga 20 mm. Batu yang berukuran lebih besar kadang memerlukan pemasangan stent sebelum tindakan ESWL untuk memperlancar aliran air seni.

  • Batu ureter berukuran 5 mm hingga 10 mm.

  • Fungsi ginjal masih baik.

  • Tidak ada sumbatan distal dari batu.

  • Tidak ada kelainan pembekuan darah.

  • Tidak sedang hamil.


Saat ini RS PLUIT memiliki alat ESWL generasi terbaru, Econolith-3000 dari Medispec yang menggunakan generator electro-hydraulic (spark gap). Lokalisasi batu dapat dilakukan dengan dan USGX-Ray (fluoroscopy).

Keunggulan alat ini adalah memiliki bar pressure tinggi dengan focal zone yang lebih luas sehingga paling aefektif untuk memecahkan batu saluran kemih. ESWL RS PLUIT juga telah mendapat sertifikasi FDA approved.

Untuk keterangan lebih lanjut hubungi Bagian ESWL Lt.2

Setiap hari kerja Pukul 08.00 - 16.00 WIB
Sabtu Pukul 08.00 - 13.00 WIB

Telp. 6685070, 6685006 Ext. 8224

ESWL poetrakatro

ESWL: Menghancurkan Batu Ginjal dari Luar Tubuh

Update terakhir: 20/10/2008

( diikirim oleh Palianto)

Saat ini di Indonesia masih banyak yang belum mengenal Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL), sebagai salah satu terapi penyembuhan penyakit batu ginjal. ESWL sebenarnya sudah bukan merupakan barang asing dalam dunia kedokteran khususnya bagi para urologis. Sejak diperkenalkan penggunaannya di awal tahun 1980-an, ESWL semakin populer dan menjadi pilihan pertama dalam kasus umum penanganan penyakit batu ginjal.

Beberapa keuntungan dari ESWL diantaranya adalah dapat menghindari operasi terbuka, lebih aman, efektif, dan biaya lebih murah, terutama untuk prosedur ESWL yang sederhana sehingga tidak memerlukan perlakuan berkali-kali.

ESWL merupakan terapi non-invasif, karena tidak memerlukan pembedahan atau memasukkan alat kedalam tubuh pasien. Sesuai dengan namanya, Extracorporeal berarti di luar tubuh, sedangkan Lithotripsy berarti penghancuran batu, secara harfiah ESWL memiliki arti penghancuran batu (ginjal) dengan menggunakan gelombang kejut (shock wave) yang ditransmisi dari luar tubuh.

Dalam terapi ini, ribuan gelombang kejut ditembakkan ke arah batu ginjal sampai hancur dengan ukuran serpihannya cukup kecil sehingga dapat dikeluarkan secara alamiah dengan urinasi. Ilustrasi sederhana teknik ESWL dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Penampang interior ginjal A) Sebelum penembakan, B) Gelombang kejut yang difokuskan pada batu ginjal, C) Tembakan dihentikan hingga serpihan batu cukup kecil untuk dapat dibuang secara natural bersama air seni

Treatment ESWL, pasien dibaringkan di atas tempat tidur khusus dimana generator shock wave telah terpasang di bagian bawahnya. Sebelum proses penembakan dimulai, dilakukan pendeteksian lokasi batu ginjal menggunakan imaging probe (dengan ultrasound atau fluoroscopy), agar shock wave yang ditembakan tepat mengenai sasaran.

Pada lithotripter keluaran terbaru, umumnya telah dipasang anti-miss-shot device yang memonitor lokasi batu ginjal secara kontinyu dan tepat waktu, sehingga alat ini memiliki tingkat keakurasian tembakan sangat tinggi dan pada saat bersamaan dapat meminimalkan terjadinya luka pada ginjal akibat salah tembak.

Sejarah lithotripter

Ide penggunakan shock wave untuk menghancurkan batu ginjal ternyata memiliki sejarah yang cukup panjang. Jerman tercatat sebagai negara yang mempelopori pengembangan ESWL. Pada awalnya riset yang digulirkan hanya ingin mempelajari interaksi antara shock wave dengan biological tissue pada hewan.

Riset ini dilakukan antara tahun 1968 sampai 1971 di Jerman, dilatarbelakangi oleh adanya insiden salah seorang pegawai perusahaan Dornier (saat ini perusahaan ini dikenal sebagai perusahaan pembuat mesin lithotripter) secara tidak sengaja tersengat shock wave pada saat eksperimen.

Salah satu hasil dari riset ini adalah ditemukan bahwa shock wave mengakibatkan efek samping yang rendah pada otot, lemak, dan jaringan sel tubuh, dan bone tissue (jaringan tulang) tidak mengalami kerusakan saat dilalui oleh shock wave.

Hasil penelitian ini kemudian membawa lahirnya ide penggunaan shock wave untuk menghancurkan batu ginjal dari luar tubuh. Pada tahun 1971, Haeusler dan Kiefer telah memulai eksperimen in-vitro (dilakukan di luar tubuh) penghancuran batu ginjal dengan shock wave. Kemudian pada tahun 1974 pemerintah Jerman secara resmi memulai proyek penelitian dan aplikasi ESWL.

Selanjutnya pada awal tahun 1980 pasien pertama batu ginjal diterapi dengan ESWL di kota Munich menggunakan mesin Dornier Lithotripter HM1. Sejak saat itu eksperimen lanjutan dilakukan secara intensif dengan in-vivo (dilakukan di dalam tubuh) maupun in-vitro. Akhirnya mulai tahun 1983, ESWL secara resmi diterapkan di rumah sakit di Jerman.

Bagaimana lithotripter bekerja?

Merupakan suatu hal yang menarik untuk mengetahui cara lithotripter bekerja, yaitu bagaimana shock wave dihasilkan, kemudian merambat masuk ke dalam tubuh dan menghancurkan sasarannya, tanpa merusak media yang dilewatinya.

Saat ini ada 3 jenis pembangkit shock wave yang digunakan dalam ESWL: electrohydraulic, piezoelectric, dan electromagnetic generator. Masing-masing memiliki cara kerja yang berbeda, namun ketiganya menggunakan air sebagai medium untuk merambatkan shock wave yang dihasilkan.

Electrohydraulic generator menggunakan spark gap untuk membuat “ledakan” di dalam air. Ledakan ini kemudian menghasilkan shock wave. Sedangkan piezoelectric generator, memanfaatkan piezoelectric efek pada kristal. Sedangkan electromagnetic generator, menggunakan gaya elektromagnetik untuk mengakselerasi membran metal secara tiba-tiba dalam air untuk menghasilkan shock wave.

Dari 3 jenis generator di atas, electrohydraulic lithotripter merupakan lithotripter yang paling banyak digunakan saat ini [1]. Diagram skematik dari lithotripter ini dapat dilihatpada Gambar 2 .

Gambar 2. Diagram skematik electrohydraulic lithotripter

Pada awalnya, shock wave yang dihasilkan generator hanya memiliki tekanan yang rendah, kemudian difokuskan pada satu lokasi dimana batu ginjal berada. Hanya pada titik fokus inilah shock wave memiliki tekanan yang cukup besar untuk menghancurkan targetnya, sehingga tidak akan merusak bagian di luar daerah fokus ini.

Dalam proses pengobatan, karena titik fokus lithotripter ini sudah fixed, sebaiknya posisi pasien digeser sedemikian rupa sehingga batu ginjal tepat berada dalam titik fokus tersebut. Untuk menghantarkan shock wave dari lithotripter ke tubuh pasien, digunakan air atau gelatin sebagai media perantaranya, dikarenakan sifat akustik keduanya paling mendekati sifat akustik tubuh (darah dan jaringan sel tubuh), sehingga pasien tidak akan merasakan sakit pada saat shock wave masuk ke dalam tubuh.

ESWL di Indonesia

Saat ini penulis belum memiliki data pasti tentang berapa banyak rumah sakit di Indonesia yang telah melayani prosedur ESWL. Mengingat harga lithotripter yang cukup mahal mungkin hanya rumah sakit besar saja yang telah memiliki alat ini. Mengenai biaya pengobatan dengan ESWL sangat tergantung berapa kali tindakan ESWL yang diperlukan sampai pasien benar-benar bebas dari batu ginjal.

Di Amerika, rata-rata pasien menjalani 1.5 kali tindakan ESWL [2] sampai benar-benar bebas dari batu ginjal. Namun jika merujuk pada artikel kesehatan di Indosiar pada 14 Januari 2006 lalu (http://news.indosiar.com/news_read.htm?id=48134) yang menyatakan bahwa untuk sekali tindakan ESWL diperlukan biaya sekitar 4,5 juta rupiah, maka dapat dikatakan bahwa terapi ini selain menawarkan keamanan dan kenyamanan, juga menawarkan biaya pengobatan yang relatif murah.

Oleh Sandro Mihradi

Daftar bacaan

1. JE Lingeman, in New developments in the management of urolithiasis, Igaku-Shoin, New York, 1996.
2. Andrew Street, Working Paper 29, Center for Health Program Evaluation, 1993.

Sandro Mihradi, mahasiswa program Doktor di Toyohashi University of Technology, Jepang. Email: sandro.m@gmail.com

Sabtu, 07 Februari 2009

kumpulan doa sehari-hari

1. Do’a sebelum makan:

اللهم بارك لنا فيما رزقتنا وقنا عذاب النار

Ya Allah berilah berkah kepada kami dari apa yang engkau beri rezeki pada kami dan hindarkanlah kami dari azab neraka.

Do,a sesudah makan:

الحمد لله الذي أطعمنا وسقانا وجعلنا من المسلمين

Segala Puji bagi Allah yang telah memberi makan dan minum kepada kami dan menjadikan kami muslim.

Do’a Iftar (buka Puasa):

اللهم لك صمت وبك آمنت وعلى رزقك أفطرت برحمتك يا ارحم الرحمين

Ya Allah untuk-Mu lah aku berpuasa dan kepada-Mu lah aku beriman dan atas rizki- Mu-lah aku berpuka, dengan rahmat-Mu wahai Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

2. Do’a masuk Masjid:

اللهم افتح لى أبواب رحمتك

Ya Allah, bukalah pintu-pintu rahmat-Mu untukku.

Do’a keluar Masjid:

اللهم اني اسألك فضلك

Ya Allah sesungguhnya aku minta kepada-Mu dengan keutamaan-Mu.

3. Do’a masuk WC:

اللهم اني أعوذ بك من الخبث والخبائث

Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari Godaan Syaiton laki-laki dan Perempuan. (HR.Bukhari)

Do’a keluar dari WC:

غفرانك الحمد لله الذي اذهب عني الأذى وعافانى

Aku minta ampun kepada-Mu, segala puji bagi Allah yang telah menghindarkan daku dari penyakit dan menyehatkanku.

4. Do’a sebelum tidur:

باسمك اللهم أحيا وبأموت

Dengan namamu, aku hidup dan aku mati.

Do,a ketika bangun tidur:

الحمد الله الذي أحيانا بعدما أماتنا واليه النشور

Segala puji bagi Allah yang telah membangunkan kami setelah kami ditidurkan, dan

kepadaNyalah kami akan di bangkitkan.

5. Do’a ketika keluar dari rumah:

بسم الله توكلت على الله ولاحول ولا قوة الا بالله

Dengan nama Allah (aku keluar) aku bertawakkal kepadaNya, tiada daya dan upaya kecuali dengan kekuatan Allah.

Do`a ketika masuk rumah:

بسم الله ولجنا وبسم الله خرجنا وعلي الله توكلنا

Dengan nama Allah kami masuk (kerumah) dengan nama Allah kami keluar (darinya) dan kepada Tuhan kami bertawakkal.

6. Do’a ketika mendengarkan Adzan:

Seseorang untuk mendengarkan adzan hendaklah membaca sebagaimana yang di kumandangkan oleh muadzin, kecuali bacaan :حي علي الصلاة (hayya 'alassholaah) dan حي علي الفلاح (hayya 'alalfalaah) maka padanya bacalah :لاحول ولاقوة الابالله (laa haula walaa quwwata illa billah)

Membaca shalawat kepada Nabi saw sesudah adzan :

اللهم رب هذه الدعوة التامة والصلاة القائمة آت سيدنا محمدا الوسيلة والفضيلة وابعثه مقاما محمودا الذي وعدته(انك لا تخلف الميعاد)

Ya Allah, Tuhan panggilan yang sempurna (azan) dan shalat (wajib) yang didirikan. Berilah Al-Wasilah (derajat di surga,yang tidak akan diberikan selain kepada Nabi SAW). Dan Fadhilah kepada Muhammad. Dan bangkitkan Beliau sehingga bisa menempati maqam terpuji yang telah Engkau janjikan. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji.

7. Do`a sebelum wudhu:

بسم الله Dengan nama Allah (saya berwudhu).

Do`a setelah berwudhu:

اشهد ان لا اله الا الله وحده لا شريك له واشهد ان محمدا عبده ورسول الله

Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang patut di sembah kecuali Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba & utusanNya .

اللهم اجعلني من التوابين واجعلنى من المتطهرين

Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertaubat dan jadikanlah termasuk orang-orang (yang senang) bersuci.

8. Do’a ketika bersin:

Apabila seseorang diantara kamu bersin hendaklah membaca : الحمد لله (segala puji bagi Allah), lantas saudara atau temannya berkata : يرحمك الله (semoga Allah memberi berkah kepadamu), Bila saudara atau temannya berkata demikian bacalah :

يهديكم الله ويصلح بالكم (semoga Allah memberi petunjuk kepadamu dan memperbaiki hatimu).

9. Do’a Pelebur Dosa Majlis.

سبحناك اللهم وبحمدك اشهد ان لا اله الا انت استغفرك واتوب اليك

"Maha Suci Engkau, Ya Allah, aku memuji-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan kecuali Engkau, aku minta ampun dan bertaubat kepada-Mu.

10. Do’a sebelum berhubungan suami istri

بسم الله اللهم جنبنا الشيطان و جنب الشيطان ما رزقتنا

Dengan nama Allah. Ya Allah! Jauhkan kami dari setan, dan jauhkan setan untuk mengganggu apa yang Engkau rezekikan kepada kami.

11. Doa untuk dijauhkan dari bala dan marabahaya:

بسم الله الذي لا يضر مع اسمه شئ في الأرض و لا في السماء وهو السميع العليم

"Dengan nama Allah yang segala sesuatu baik di langit maupun di bumi tidak akan memberi mudhorot (bahaya) apa-apa selama berlindung dengan menyebut nama-Nya

12. Doa penawar dan penyejuk hati dari kesedihan, rasa malas, kebingungan, ketidak mampuan, bakhil dan keterlilitan hutang.

اللهم إني أعوذ بك من الهم و الحزن, و أعوذ بك من العجز و الكسل, وأعوذ بك من الجبن و البخل, وأعوذ بك من غلبة الدين و قهر الرجال

"Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari kebingungan dan keduka-citaan, aku berlindung kepada-Mu dari sifat lemah dan malas, aku berlindung kepada-Mu dari sifat penakut dan bakhil, aku berlindung kepada-Mu dari beban hutang penindasan orang-orang."

Senin, 02 Februari 2009

pengesahan perjanjian internasional menjadi UU

PROSES PENGESAHAN PERJANJIAN INTERNASIONAL
MENJADI UNDANG-UNDANG DI INDONESIA

I. Latar Belakang

Hubungan antara hukum nasional dan hukum internasional dalam sistem tata hukum merupakan hal yang sangat menarik baik dilihat dari sisi teori hukum atau ilmu hukum maupun dari sisi praktis. Kedudukan hukum internasional dalam tata hukum secara umum didasarkan atas anggapan bahwa hukum internasional sebagai suatu jenis atau bidang hukum merupakan bagian dari hukum pada umumnya. Anggapan ini didasarkan pada kenyataan bahwa hukum internasional sebagai suatu perangkat ketentuan dan asas yang efektif yang benar-benar hidup dalam kenyataan sehingga mempunyai hubungan yang efektif dengan ketentuan dan asas pada bidang hukum lainnya. Bidang hukum lainnya yang paling penting adalah bidang hukum nasional.

Hal ini dapat dilihat dari interaksi masyarakat internasional dimana peran negara sangat penting dan mendominasi hubungan internasional. Karena peran dari hukum nasional negara-negara dalam memberikan pengaruh dalam kancah hubungan internasional mengangkat pentingnya isu bagaimana hubungan antara hukum internasional dan hukum nasional dari sudut pandang praktis.

Dalam memahami berlakunya hukum internasional terdapat dua teori, yaitu teori voluntarisme,[1] yang mendasarkan berlakunya hukum internasional pada kemauan negara, dan teori objektivis[2] yang menganggap berlakunya hukum internasional lepas dari kemauan negara.[3]
Perbedaan pandangan atas dua teori ini membawa akibat yang berbeda dalam memahami hubungan antara hukum internasional dan hukum nasional. Pandangan teori voluntarisme memandang hukum nasional dan hukum internasional sebagai dua perangkat hukum yang berbeda, saling berdampingan dan terpisah. Berbeda dengan pandangan teori objektivis yang menganggap hukum nasional dan hukum internasional sebagai dua perangkat hukum dalam satu kesatuan perangkat hukum.

II. Teori Keberlakuan Hukum Internasional

A. Aliran Dualisme

Aliran dualisme bersumber pada teori bahwa daya ikat hukum internasional bersumber pada kemauan negara, hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua sistem atau perangkat hukum yang terpisah.[4]

Ada beberapa alasan yang dikemukakan oleh aliran dualisme untuk menjelaskan hal ini:
  1. Sumber hukum, paham ini beranggapan bahwa hukum nasional dan hukum internasional mempunyai sumber hukum yang berbeda, hukum nasional bersumber pada kemauan negara, sedangkan hukum internasional bersumber pada kemauan bersama dari negara-negara sebagai masyarakat hukum internasional;

  2. Subjek hukum internasional, subjek hukum nasional adalah orang baik dalam hukum perdata atau hukum publik, sedangkan pada hukum internasional adalah negara;

  3. Struktur hukum, lembaga yang diperlukan untuk melaksanakan hukum pada realitasnya ada mahkamah dan organ eksekutif yang hanya terdapat dalam hukum nasional. Hal yang sama tidak terdapat dalam hukum internasional.

  4. Kenyataan, pada dasarnya keabsahan dan daya laku hukum nasional tidak dipengaruhi oleh kenyataan seperti hukum nasional bertentangan dengan hukum internasional. Dengan demikian hukum nasional tetap berlaku secara efektif walaupun bertentangan dengan hukum internasional.[5]
Maka sebagai akibat dari teori dualisme ini adalah kaidah-kaidah dari perangkat hukum yang satu tidak mungkin bersumber atau berdasar pada perangkat hukum yang lain. Dengan demikian dalam teori dualisme tidak ada hirarki antara hukum nasional dan hukum internasional karena dua perangkat hukum ini tidak saja berbeda dan tidak bergantung satu dengan yang lain tetapi juga terlepas antara satu dengan yang lainnya.

Akibat lain adalah tidak mungkin adanya pertentangan antara kedua perangkat hukum tersebut, yang mungkin adalah renvoi.[6] Karena itu dalam menerapkan hukum internasional dalam hukum nasional memerlukan transformasi menjadi hukum nasional.

B. Aliran Monisme

Teori monisme didasarkan pada pemikiran bahwa satu kesatuan dari seluruh hukum yang mengatur hidup manusia.[7] Dengan demikian hukum nasional dan hukum internasional merupakan dua bagian dalam satu kesatuan yang lebih besar yaitu hukum yang mengatur kehidupan manusia. Hal ini berakibat dua perangkat hukum ini mempunyai hubungan yang hirarkis. Mengenai hirarki dalam teori monisme ini melahirkan dua pendapat yang berbeda dalam menentukan hukum mana yang lebih utama antara hukum nasional dan hukum internasional.

Ada pihak yang menganggap hukum nasional lebih utama dari hukum internasional. Paham ini dalam teori monisme disebut sebagai paham monisme dengan primat hukum nasional. Paham lain beranggapan hukum internasional lebih tinggi dari hukum nasional. Paham ini disebut dengan paham monisme dengan primat hukum internasional. Hal ini dimungkinkan dalam teori monisme.

Monisme dengan primat hukum nasional, hukum internasional merupakan kepanjangan tangan atau lanjutan dari hukum nasional atau dapat dikatakan bahwa hukum internasional hanya sebagai hukum nasional untuk urusan luar negeri.[8] Paham ini melihat bahwa kesatuan hukum nasional dan hukum internasional pada hakikatnya adalah hukum internasional bersumber dari hukum nasional. Alasan yang kemukakan adalah sebagai berikut:
  1. tidak adanya suatu organisasi di atas negara-negara yang mengatur kehidupan negara-negara;

  2. dasar hukum internasional dapat mengatur hubungan antar negara terletak pada wewenang negara untuk mengadakan perjanjian internasional yang berasal dari kewenangan yang diberikan oleh konstitusi masing-masing negara.[9]
Monisme dengan primat hukum internasional, paham ini beranggapan bahwa hukum nasional bersumber dari hukum internasional.[10] Menurut paham ini hukum nasional tunduk pada hukum internasional yang pada hakikatnya berkekuatan mengikat berdasarkan pada pendelegasian wewenang dari hukum internasional.

Pada kenyataannya kedua teori ini dipakai oleh negara-negara dalam menentukan keberlakuan dari hukum internasional di negara-negara. Indonesia sendiri menganut teori dualisme dalam menerapkan hukum internasional dalam hukum nasionalnya.

III. Perjanjian Internasional sebagai Sumber Hukum Internasional
Dalam hukum internasional terdapat beberapa sumber hukum internasional. Menurut sumber tertulis yang ada terdapat dua konvensi yang menjadi rujukan apa saja yang menjadi sumber hukum internasional. Pada Konvensi Den Haag XII, Pasal 7, tertanggal 18 Oktober 1907, yang mendirikan Mahkamah Internasional Perampasan Kapal di Laut (International Prize Court) dan dalam Piagam Mahkamah Internasional Permanen, Pasal 38 tertanggal 16 Desember 1920, yang pada saat ini tercantum dalam Pasal 38 Piagam Mahkamah Internasional tertanggal 26 Juni 1945.[11]

Sesuai dengan dua dokumen tertulis tersebut yang berisi penunjukan pada sumber hukum formal, hanya dua dokumen yang penting untuk dibahas, yaitu Piagam Mahkamah Internasional Permanen dan Piagam Mahkamah Internasional. Ini disebabkan karena Mahkamah Internasional mengenai Perampasan Kapal tidak pernah terbentuk, karena tidak tercapainya minimum ratifikasi. Dengan demikian Pasal 38 Mahkamah Internasional Permanen dan Pasal 38 ayat 1 Mahkamah Internasional, dengan demikian hukum positif yang berlaku bagi Mahkamah Internasional dalam mengadili perkara yang diajukan dihadapannya adalah:
  1. Perjanjian Internasional;

  2. Kebiasaan Internasional;

  3. Prinsip Hukum Umum;

  4. Keputusan Pengadilan dan ajaran para sarjana yang terkemuka dari berbagai negara sebagai sumber tambahan untuk menetapkan hukum.[12]
Perjanjian internasional yang dimaksud adalah perjanjian yang dibuat atau dibentuk oleh dan diantara anggota masyarakat internasional sebagai subjek hukum internasional dan bertujuan untuk mengakibatkan hukum tertentu.[13]

Dewasa ini dalam hukum internasional kecendrungan untuk mengatur hukum internasional dalam bentuk perjanjian intenasional baik antar negara ataupun antar negara dan organisasi internasioanal serta negara dan subjek internasional lainnya telah berkembang dengan sangat pesat, ini disebabkan oleh perkembangan yang pesat dari masyarakat internasional, termasuk organisasi internasional dan negara-negara.

Perjanjian internasional yang dibuat antara negara diatur dalam Vienna Convention on the Law of Treaties (Konvensi Wina) 1969. Konvensi ini berlaku (entry into force) pada 27 Januari 1980. Dalam Konvensi ini diatur mengenai bagaimana prosedur perjanjian internasional sejak tahap negosiasi hingga diratifikasi menjadi hukum nasional.[14]

Banyak istilah yang digunakan untuk perjanjian internasional diantaranya adalah traktat (treaty), pakta (pact), konvensi (convention), piagam (statute), charter, deklarasi, protokol, arrangement, accord, modus vivendi, covenant, dan lain-lain. Semua ini apapun namanya mempunyai arti yang tidak berbeda dengan perjanjian internasional.[15]

Dalam praktik beberapa negara perjanjian internasional dapat dibedakan menjadi dua golongan. Golongan pertama adalah perjanjian yang dibentuk melalui tiga tahap pembentukan yakni perundingan, penandatanganan dan ratifikasi.[16] Golongan yang kedua adalah perjanjian yang dibentuk melalui dua tahap, yaitu perundingan dan penandatanganan.[17] Untuk golongan pertama biasanya dilakukan untuk perjanjian yang dianggap sangat penting sehingga memerlukan persetujuan dari dari badan yang memiliki hak untuk mengadakan perjanjian (treaty making power). Hal ini biasanya berdasarkan alasan adanya pembentukan hukum baru atau menyangkut masalah keuangan negara. Sedangkan golongan kedua lebih sederhana, perjanjian ini tidak dianggap begitu penting dan memerlukan penyelesaian yang cepat.

Selanjutnya apa yang menjadi ukuran suatu perjanjian mana yang termasuk golongan yang penting, sehingga memerlukan ratifikasi dari Dewan Perwakilan Rakyat dan perjanjian mana yang tidak di Indonesia.

Proses pembentukan Perjanjian Internasional, menempuh berbagai tahapan dalam pembentukan perjanjian internasional, sebagai berikut:
  1. Penjajakan: merupakan tahap awal yang dilakukan oleh kedua pihak yang berunding mengenai kemungkinan dibuatnya suatu perjanjian internasional.

  2. Perundingan: merupakan tahap kedua untuk membahas substansi dan masalah-masalah teknis yang akan disepakati dalam perjanjian internasional.

  3. Perumusan Naskah: merupakan tahap merumuskan rancangan suatu perjanjian internasional.

  4. Penerimaan: merupakan tahap menerima naskah perjanjian yang telah dirumuskan dan disepakati oleh para pihak. Dalam perundingan bilateral, kesepakatan atas naskah awal hasil perundingan dapat disebut "Penerimaan" yang biasanya dilakukan dengan membubuhkan inisial atau paraf pada naskah perjanjian internasional oleh ketua delegasi masing-masing. Dalam perundingan multilateral, proses penerimaan (acceptance/approval) biasanya merupakan tindakan pengesahan suatu negara pihak atas perubahan perjanjian internasional.

  5. Penandatanganan : merupakan tahap akhir dalam perundingan bilateral untuk melegalisasi suatu naskah perjanjian internasional yang telah disepakati oleh kedua pihak. Untuk perjanjian multilateral, penandatanganan perjanjian internasional bukan merupakan pengikatan diri sebagai negara pihak. Keterikatan terhadap perjanjian internasional dapat dilakukan melalui pengesahan (ratification/accession/acceptance/approval).
IV. Pengesahan Pernjanjian Internasional di Indonesia

Pembuatan dan pengesahan perjanjian internasional antara Pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara-negara lain, organisasi internasional dan subjek hukum internasional lain adalah suatu perbuatan hukum yang sangat penting karena mengikat negara dengan subjek hukum internasional lainnya. Oleh sebab itu pembuatan dan pengesahan suatu perjanjian internasional dilakukan berdasarkan undang-undang.

Sebelum adanya Undang-Undang No. 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, kewenangan untuk membuat perjanjian internasional seperti tertuang dalam Pasal 11 Undang Undang Dasar 1945, menyatakan bahwa Presiden mempunyai kewenangan untuk membuat perjanjian internasional dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 11 UUD 1945 ini memerlukan suatu penjabaran lebih lanjut bagaimana suatu perjanjian internasional dapat berlaku dan menjadi hukum di Indonesia. Untuk itu melalui Surat Presiden No. 2826/HK/1960 mencoba menjabarkan lebih lanjut Pasal 11 UUD 1945 tersebut.[18]

Pengaturan tentang perjanjian internasional selama ini yang dijabarkan dalam bentuk Surat Presiden No. 2826/HK/1960, tertanggal 22 Agustus 1960, yang ditujukan kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, dan telah menjadi pedoman dalam proses pengesahan perjanjian internasional selama bertahun-tahun.[19] Pengesahan perjanjian internasional menurut Surat Presiden ini dapat dilakukan melalui undang-undang atau keputusan presiden, tergantung dari materi yang diatur dalam perjanjian internasional. Tetapi dalam prateknya pelaksanaan dari Surat Presiden ini banyak terjadi penyimpangan sehingga perlu untuk diganti dengan Undang-Undang yang mengatur secara khusus mengenai perjanjian internasional.

Hal ini kemudian yang menjadi alasan perlunya perjanjian internasional diatur dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2000. Dalam Undang Undang No. 24 Tahun 2000, adapun isi yang diatur dalam undang-undang tersebut adalah:
  • Ketentuan Umum

  • Pembuatan Perjanjian Internasional

  • Pengesahan Perjanjian Internasional

  • Pemberlakuan Perjanjian Internasional

  • Penyimpanan Perjanjian Internasional

  • Pengakhiran Perjanjian Internasional

  • Ketentuan Peralihan

  • Ketentuan Penutup[20]
Dalam pengesahan perjanjian internasional terbagi dalam empat kategori, yaitu:
  1. Ratifikasi (ratification), yaitu apabila negara yang akan mengesahkan suatu perjanjian internasional turut menandatangani naskah perjanjian internasional;

  2. Aksesi (accesion), yaitu apabila negara yang akan mengesahkan suatu perjanjian internasional tidak turut menandatangani naskah perjanjian;

  3. Penerimaan (acceptance) atau penyetujuan (approval) yaitu pernyataan menerima atau menyetujui dari negara-negara pihak pada suatu perjanjian internasional atas perubahan perjanjian internasional tersebut;

  4. Selain itu juga ada perjanjian-perjanjian internasional yang sifatnya self-executing (langsung berlaku pada saat penandatanganan).
Dalam suatu pengesahan perjanjian internasional penandatanganan suatu perjanjian tidak serta merta dapat diartikan sebagai pengikatan para pihak terhadap perjanjian tersebut. Penandatanganan suatu perjanjian internasional memerlukan pengesahan untuk dapat mengikat. Perjanjian internasional tidak akan mengikat para pihak sebelum perjanjian tersebut disahkan.

Seseorang yang mewakili pemerintah dengan tujuan menerima atau menandatangani naskah suatu perjanjian atau mengikatkan negara terhadap perjanjian internasional, memerlukan Surat Kuasa (Full Powers).[21] Pejabat yang tidak memerlukan surat kuasa adalah Presiden dan Menteri.

Tetapi penandatanganan suatu perjanjian internasional yang menyangkut kerjasama teknis sebagai pelaksanaan dari perjanjian yang sudah berlaku dan materinya berada dalam lingkup kewenangan suatu lembaga negara atau lembaga pemerintah, baik departemen maupun non-departemen, dilakukan tanpa memerlukan surat kuasa.

Pengesahan perjanjian internasional oleh pemerintah dilakukan sepanjang dipersyaratkan oleh perjanjian interansional tersebut. Pengesahan suatu perjanjian internasional dilakukan berdasarkan ketetapan yang disepakati oleh para pihak. Perjanjian internasional yang memerlukan pengesahan mulai berlaku setelah terpenuhinya prosedur pengesahan yang diatur dalam undang-undang.[22]

Pengesahan perjanjian internasional dilakukan dengan undang-undang atau keputusan Presiden.[23] Pengesahan dengan undang-undang memerlukan persetujuan DPR.[24] Pengesahan dengan keputusan Presiden hanya perlu pemberitahuan ke DPR.[25]
Pengesahan perjanjian internasional dilakukan melalui undang-undang apabila berkenaan dengan:
  • masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara;

  • perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara;

  • kedaulatan atau hak berdaulat negara;

  • hak asasi manusia dan lingkungan hidup;

  • pembentukan kaidah hukum baru;

  • pinjaman dan/atau hibah luar negeri.[26]
Di dalam mekanisme fungsi dan wewenang, DPR dapat meminta pertanggung jawaban atau keterangan dari pemerintah mengenai perjanjian internasional yang telah dibuat. Apabila dipandang merugikan kepentingan nasional, perjanjian internasional tersebut dapat dibatalkan atas permintaan DPR, sesuai dengan ketentuan yang ada dalam undang-undang No. 24 tahun 2000.

Indonesia sebagai negara yang menganut paham dualisme, hal ini terlihat dalam Pasal 9 ayat 2 UU No. 24 tahun 2000, dinyatakan bahwa:

”Pengesahan perjanjian internasional sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) dilakukan dengan undang-undang atau keputusan presiden.”

Dengan demikian pemberlakuan perjanjian internasional ke dalam hukum nasional indonesia tidak serta merta. Hal ini juga memperlihatkan bahwa Indonesia memandang hukum nasional dan hukum internasional sebagai dua sistem hukum yang berbeda dan terpisah satu dengan yang lainnya.

Perjanjian internasional harus ditransformasikan menjadi hukum nasional dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Perjanjian internasional sesuai dengan UU No. 24 tahun 2000, diratifikasi melalui undang-undang dan keputusan presiden. Undang-undang ratifikasi tersebut tidak serta merta menjadi perjanjian internasional menjadi hukum nasional Indonesia, undang-undang ratifikasi hanya menjadikan Indonesia sebagai negara terikat terhadap perjanjian internasional tersebut. Untuk perjanjian internasional tersebut berlaku perlu dibuat undang-undang yang lebih spesifik mengenai perjanjanjian internasional yang diratifikasi, contoh Indonesia meratifikasi International Covenant on Civil and Political Rights melalui undang-undang, maka selanjutnya Indonesia harus membuat undang-undang yang menjamin hak-hak yang ada di covenant tersebut dalam undang-undang yang lebih spesifik.

Perjanjian internasional yang tidak mensyaratkan pengesahan dalam pemberlakuannya, biasanya memuat materi yang bersifat teknis atau suatu pelaksana teknis terhadap perjanjian induk. Perjanjian internasional seperti ini dapat lansung berlaku setelah penandatanganan atau pertukaran dokumen perjanjian/nota diplomatik, atau melalui cara lain yang disepakati dalam perjanjian oleh para pihak.

Perjanjian yang termasuk dalam kategori ini diantaranya adalah perjanjian yang materinya mengatur secara teknis kerjasama bidang pendidikan, sosial, budaya, pariwisata, penerangan kesehatan, pertanian, kehutanan dan kerjasam antar propinsi atau kota. Perjanjian internasional mulai berlaku dan mengikat para pihak setelah memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam perjanjian tersebut.

***
Catatan: Tulisan ini merupakan resume dari salah satu hasil penelitian yang dibuat penulis bersama tim lainnya dalam "Pengujian Undang-undang yang Mensahkan Perjanjian Internasional".
Endnotes:

[1] Teori-teori yang mendasarkan berlakunya hukum internasional itu pasa kehendak negara ini merupakan pencerminan dari teori kedaulatan dan aliran positivisme yang menguasai pemikiran ilmu hukum di Eropa pada abad ke 19.

[2] Teori ini menghendaki adanya suatu norma hukum yang merupakan dasar terakhir kekuatan mengikat hukum internasional. Akhir dari puncak kaidah hukum terdapat kaidah dasar (Grundnorm) yang tidak dapat lagi dikembalikan pada suatu kaidah yang lebih tinggi. Kelsen dianggap sebagai bapak dari mazhab Wina, yang mempengaruhi teori Objektivis ini.

[3] Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Alumni, Jakarta 2003, hal 56

[4] I A Shearer, Starke’s International Law, 11th ed., Butterworths, USA, 1984, hal 64, Aliran ini pernah sangat berpengaruh di Jerman dan Italia. Para pemuka aliran ini adalah Triepel dan Anziloti.

[5] Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Alumi, Bandung 2003, hal 57-56.

[6] Loc. cit.

[7] Ibid, hal 65.

[8] Op. cit., hal 61

[9] Ibid

[10] Ibid, hal 62, Paham ini dikembangkan oleh mazhab Wina (Kunz, Kelsen dan Verdross)

[11] Ibid, hal 114

[12] Shearer, hal 29

[13] Op. cit., hal 117

[14] Vienna Convention on the Law of Treaties, Vienna 1969

[15] Op. cit., hal 119

[16] Ibid

[17] Ibid

[18] Surat Presiden No. 2826/HK/1960, tanggal 22 Agustus 1960.

[19] Loc. cit. Lihat: Catatan Kaki No. 5.

[20] Indonesia (a), Undang-undang No. 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 185.

[21] Ibid, Pasal 7.

[22] Ibid, Pasal 8

[23] Ibid, Pasal 9

[24] Ibid, Pasal 10

[25] Ibid, Pasal 11

[26] Ibid, Pasal 10

ratifikasi perjanjian internasional

Perjanjian Internasional Dalam Sistem Perundang–Undangan Nasional

Oleh: Lies Sulistianingsih, SH

1. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi banyak mempengaruhi kehidupan bangsa - bangsa di dunia. Sejalan dengan perkembangan kehidupan bangsa – bangsa di dunia, semakin berkembang pula permasalahan – permasalahan dalam masyarakat internasional dan menyebabkan terjadinya perubahan – perubahan dalam Hukum Internasional.

2. Hukum Internasional merupakan sistem aturan yang digunakan untuk mengatur negara yang merdeka dan berdaulat (1).
Hukum Internasionall terdiri atas sekumpulan hukum, yang sebagian besar terdiri dari prinsip – prinsip dan aturan tingkah laku yang mengikat negara – negara dan oleh karenanya ditaati dalam hubungan antara negara, yang juga meliputi:

  • Peraturan – peraturan hukum tentang pelaksanaan funsi lembaga – lembaga dan organisasi – organisasi Internasional serta hubungannya antara negara – negara dan individu – individu.
  • Peraturan – peraturan hukum tertentu tentang individu – individu dengan kesatuan – kesatuan bukan negara, sepanjang hak – hak dan kewajiban individu dengan kesatuan kesatuan tersebut merupakan masalah kerjasama internasional.

3. Pada dasarnya berklakunya Hukum Internasional didasarkan pada 2 prinsip :

  • Pacta Sunt Servanda, yaitu perjanjian harus dan hanya ditaati oleh pihak – pihak yang membuat perjanjian.
  • Primat Hukum Internasional , Yaitu perjanjian internasional mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari undang – undang Nasional Suatu negara perserta perjanjian.

Namun dalam perkembangan hubungan Internasional dewasa ini terdapat ajaran (doktrin) Tentang hubungan Hukum Internasional, yang dikenal sebagai Doktrin Inkoporasi.
Doktrin ini menganggap bahwa perjanjian Internasional adalah bagian dari Hukum Nasional yang mengikat, dan berlaku secara langsung setelah penanda tanganan, kecuali perjanjian Internasional yang memerlukan persetujuan lembaga legislatif, dan baru dapat mengikat setelah diatur dalam peraturan perundang – undangan nasional suatu negara. Doktrin ini dianut oleh Inggris dan negara negara Anglo Saxon lainnya.
Amerika juga menganut doktrin ini, namun membedakannya dalam:

  • Perjanjian Internasional yang berlaku dengan sendirinya (Self Execuing Treaty), dan
  • Perjanjian Internasional yang tidak berlaku dengan sendirinya (Non Self Executing Treaty)

Perjanjian – perjanjian Internasional yang tidak bertentangan dengan konstitusi Amerika dan termasuk dalam Self Executing Treaty, akan langsung berlaku sebagai Hukum Nasionalnya. Sedangkan Perjanjian Internasional yang Non Self Executing baru dapat mengikat pengadilan di Amerika setelah adanya peraturan perundang – undangan yang menjadikannya berlaku sebagai Hukum Nasional.

Perbedaan antara self executing dan non self executing Treaty tidak berlaku untuk perjanjian – perjanjian yang termasuk golongan executive agreement karena tidak memerlukan persetujuan Badan Legislatif (Parlemen), dan akan dapat langsung berlaku.

Dalam Sistem hukum kontinental di Jerman dan Perancis, suatu perjanjian internasional baru dapat berlaku apabila sesuai dengan ketentuan hukum nasional tentang Pengesahan Perjanjian, dan diumumkan secara resmi. Indonesia menganut sistem hukum kontinental.

4. Menurut Pasal 38 (1) Piagam Makamah Internasional, Perjanjian Internasional merupakan salah satu sumber hukum Internasional. perjanjian Internasional yang diakui oleh pasal 38 (1) Piagam Makamah Internasional hanya perjanjian – perjanjian yang dapar membuat hukum (Law Making Treaties).

5. Pada Tahun 1969, negara – negara telah menandatangani Konvensi Wina tentang perjanjian Internasional, yang mulai berlaku tahun 1980. Pasal 2 Konvensi Wina 1980 mendefinisikan Perjanjian Internaional sebagai persetujuan (agreement) antara dua negara atau lebih, dengan tujuan mengadakan hubungan timbal balik menurut Hukum Internasional.

6. Bentuk dan istilah perjanjian Internasional antara lain adalah :

  • Konvensi / Covenant
    Istilah ini digunakan untuk perjanjian – perjanjian resmi yang bersifat multilateral, termasuk perjanjian perjanjian yang dibuat oleh lembaga dan organisasi internasional, baik yang berada si bawah PBB maupun yang independen (berdiri sendiri).
  • Protokol
    • Bisa termasuk tambahan suatu kovensi yang berisi ketentuan – ketentuan tambahan yang tidak dimasukkan dalam kovensi, atau pembatasan – pembatasan oleh negara penandatangan.
    • Protokol juga dapat berupa alat tambahan bagi kovensi, tetapi sifat dan pelaksanaannya bebas, dan tidak perlu diratifikasi.
    • Ada juga protokol sebagai perjanjian yang sama sekali berdiri sendiri (independen).
  • Persetujuan (agreement)
    Persetujuan (agreement) biasanya bersifat kurang resmi dibanding perjanjian atau kovensi. Umumnya persetujuan (agreement) digunakan untuk persetujuan – persetujuan yang ruang lingkupnya lebih sempit atau yang sifatnya lebih tehnis dan administratif, dan pihak – pihak yang terlibat lebih sedikit dibandingkan kovensi biasa.
    Persetujuan (agreement) cukup ditandatangani oleh wakil – wakil departemen pemerintahan dan tidak perlu ratifikasi.
  • Arrangement
    Hampir sama dengan persetujuan (agreement), umumnya digunakan untuk hal – hal yang sifatnya mengatur dan temporer.
  • Statuta
    Bisa berupa himpunan peraturan – peraturan penting tentang pelaksanaan funsi lembaga Internasional
    Statuta juga bisa berupa himpunan peraturan – peraturan yang di bentuk bedasarkan persetujuan internasional tentang pelaksanaan fungsi – fungsi suatu institusi (lembaga) khusus dibawah pengawasan lembaga / badan – badan internasional.
    Dapat juga statuta sebagai alat tambahan suatu kovensi yang menetapkan peraturan – peraturan yang akan di terapkan.
  • Deklarasi
    Istilah ini dapat berarti :
    - Perjanjian yang sebenarnya
    - Dokumen tidak resmi, yang dilampirkan pada suatu perjanjian
    - Persetujuan tidak resmi tentang hal yang kurang penting
    - Resolusi oleh Konferensi Diplomatik
  • Mutual Legal Assistance
    Perjanjian yang diadakan antara dua negara atau lebih dalam rangka memberikan bantuan yang bersifat untuk saling membantu.

7. Ratifikasi suatu kovensi atau perjanjian Internasional lainnya hanya dilakukan oleh Kepala Negara / Kepala Pemerintahan.
Pasal 14 Kovensi Wina 1980 mengatur tentang kapan ratifikasi memerlukan persetujuan agar dapat mengikat.
Kewenangan untuk menerima atau menolak ratifikasi melekat pada kedaulatan negara.
Hukum Internasional tidak mewajibkan suatu negara untuk meratifikasi. Suatu perjanjian. Namun bila suatu negara telah meratifikasi Perjanjian Internasional maka negara tersebut akan terikat oleh Perjanjian Internasional tersebut, Sebagai konsekuensi negara yang telah meratifikasi perjanjian internasional tersebut akan terikat dan tunduk pada perjanjian internasional yang telah ditanda tangani, selama materi atau subtansi dalam perjanjian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan Nasional.Kecuali dalam perjanjian bilateral, diperlukan ratifikasi.

Dalam sistem Hukum Nasional kita, ratifikasi Perjanjian Internasional diatur dalam Undang – Undang No.24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional.

8. Sistem Hukum nasional
Sebagai Negara merdeka yang berdaulat Indonesia telah aktif berperan dalam pergaulan hubungan Internasional dan mengadakan perjanjian-perjanjian Internasional dengan negara-negara lain, baik yang bersifat bilateral maupun multilateral.

Dalam melaksanakan perjanjian-perjanjian Internasional tersebut, Indonesia menganut prinsip Primat Hukum Nasional dalam arti bahwa Hukum Nasional mempunyai kedudukan lebih tinggi daripada hukum Internasional.
Dasar kewenangan presiden dalam pembuatan Perjanjian Internasional diatur dalam pasal 11 Undang-Undang dasar 1945 mengatur tentang perjanjian Internasional sebagai berikut:
(1). Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan Negara lain.
(2). Presiden dalam membuat perjanjian Internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan Negara, dan/ atau mengharuskan perubahan atau pembentukan Undang-undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(3). Ketentuan lebih lanjut tentang perjajian Internasional diatur dalam Undang-undang.

Berdasarkan pasal 11 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 tersebut, telah diterbitkan surat Presiden nomor : 2826/Hk tentang Pengesahan Perjanjian Internasional yang berisi ketentuan - ketentuan sebagai berikut:

  • Bila Perjanjian Internasional tersebut mengatur perjajian tentang masalah – masalah yang terkait dengan politik dan kebijaksanaan Negara Republik Indonesia, Diratifikasi dengan undang – undang.
  • Dalam hal Perjanjian Internasional tersebut mengatur tentang masalah-masalah yang bersifat tehnis dan segera, diratifikasi dengan keputusan Presiden.
    Pada tahun 2000 surat Presiden nomor: 2826 tersebut dihapus dengan juga adanya Undang-undang nomor: 24/2000 tentang Perjanjian Internasional yang juga memuat ketentuan-ketentuan sebagaimana telah diatur dalam Surat Presiden nomor: 2826.

Perjanjian Internasional tidak termasuk dalam susunan jenis peraturan perundang-undangan diatur dalam Pasal 7 ayat (1) sebagai berikut:
a. Undang-Undang Dasar 1945.
b. Undang-Undang / Peraturan pengganti Undang-undang (Perpu).
c. Peraturan Pemerintah (PP).
d. Peraturan Presiden.
e. Peraturan Daerah
f. Peraturan Desa

Tentang kedudukan Perjanjian Internasional dalam sistem peraturan perundang-undang Nasional, meskipun dalam Undang-Undang nomor: 10 tahun 2004 tentang Peraturan, Perundang-undangan tidak masuk sebagai jenis peraturan Perundang-undangan, namun perjanjian Internasional juga diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan mengikat sebagaimana diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi (pasal 7 ayat 4 undang-undang nomor 10 tahun 2004 tentang Perjajian Internasional).

9. Berdasarkan sistem Hukum Nasional kita, maka dengan meratifikasi suatu konvensi baik regional maupun multilateral, perjanjian bilateral, negara sudah terikat untuk tunduk pada ketentuan – ketentuan dalam konvensi atau perjanjian tersebut. Suatu konvensi atau perjanjian internasional yang telah diratifikasi, baru dapat dilaksanakan apabila telah dimasukkan dalam suatu undang – undang yang dikenal sebagai Undang – Undang tentang Pengesahan Ratifikasi Perjanjian Internasional.

Dalam sistem Hukum Nasional Indonesia, meskipun suatu perjanjian Internasional telah diratifikasi dengan Undang – undang tentang Pengesahan Ratifikasi, tetapi perjanjian belum dapat dilaksanakan apabila tidak sesuai dengan isi ketentuan peraturan perundang – undangan Nasional yang mengatur tentang materi yang sama dengan yang ditentukan dalam perjanjian yang diratifikasikan tersebut.

10. Kesimpulan
Perjanjian Internasional yang telah diratifikasikan dengan peraturan perundang – undangan Nasional, diakui keberadaannya sebagai bagian dari sistem Hukum Nasional dan mempunyai kekuasaan hukum yang mengikat, setelah diatur dengan undang Undang – undang Ratifikasi suatu Perjanjian Internasional. Namun dalam hal ada perbedaan isi ketentuan suatu Undang – Undang Nasional dengan isi Perjanjian Internasional yang telah Diratifikasi, atau belum ada peraturan pelaksanaan Undang – undang Ratifikasi suatu perjanjian, maka Perjanjian Internasional Tersebut tidak dapat dilaksanakan.